1.
PENGERTIAN ETIKA
Dalam
pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan
lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan
masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung
tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika
di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain
adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya
dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk
2.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum
Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika
sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi
sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau
ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan
penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan
kebenaran.
a)
Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup
penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia
memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah
dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya
sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
b)
Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang
lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar
apapun.
c)
Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku
individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan
seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya.
Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik
dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk
menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
d) Prinsip Keadilan
Pengertian keadilan adalah kemauan
yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya
mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk
bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak
orang lain.
e) Prinsip Kebebasan
Kebebasan dapat diartikan sebagai
keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan
pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap
manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri
sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu,
setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak
melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan
individu disini diartikan sebagai:
1. kemampuan untuk berbuat sesuatu atau
menentukan pilihan
2. kemampuan yang memungkinkan manusia
untuk melaksana-kan
pilihannya tersebut.
pilihannya tersebut.
3. kemampuan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
f) Prinsip Kebenaran
Kebenaran biasanya digunakan dalam
logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang logis/rasional. Kebenaran
harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran itu dapat diyakini oleh
individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat diterima sebagai suatu
kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.Semua prinsip yang telah diuraikan itu
merupakan prasyarat dasar dalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik
dalam hubungan antarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah,
dan sebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akan mengatur
kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansi pemerintah, dan pegawai
harus benar-benar dapat menjamin terciptanya keindahan, persamaan, kebaikan,
keadilan, kebebasan, dan
kebenaran bagi setiap orang.
3. BASIS TEORI ETIKA
1. Etika
Teleologi
dari kata Yunani, telos =
tujuan, Mengukur baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi :
- Egoisme Etis
- Utilitarianisme
-
Egoisme Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu
ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
-
Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti
“bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria
untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
2. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti
kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai
buruk’, deontologi menjawab:‘karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi
dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah
diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika
yang terpenting.
3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini
adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak
dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
.
4. Teori Keutamaan
(Virtue)
memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak
ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati
dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut :
disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan
memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a. Kebijaksanaan
b. Keadilan
c. Suka bekerja
keras
d. Hidup yang baik
4. EGOISME
Egoisme merupakan motivasi untuk
mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri.
Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli
dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap
sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari
egoisme adalah
Egoisme
adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan
bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra
pribadi seseorang dan pentingnya - intelektual, fisik, sosial dan lainnya.
Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak
pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri
Egois
ini memiliki rasa yang luar biasa dari sentralitas dari 'Aku adalah':. Kualitas
pribadi mereka Egotisme berarti menempatkan diri pada inti dunia seseorang tanpa
kepedulian terhadap orang lain, termasuk yang dicintai atau dianggap sebagai
"dekat," dalam lain hal kecuali yang ditetapkan oleh egois itu.
Teori
eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm Nietche yang merupakan
pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat menentang teori Kemoralan
Sosial. Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus bersifat keakuan,
yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat kepada diri sendiri.
Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan keuntungan merupakan perbuatan
yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika merugikan diri sendiri.
Kata
"egoisme" merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin yakni ego,
yang berasal dari kata Yunani kuno - yang masih digunakan dalam bahasa Yunani
modern - ego (εγώ) yang berarti "diri" atau "Saya",
dan-isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian,
istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.
Ø Pengendalian
diri
Pengendalian diri atau
Penguasaan diri ( Self Regulation ) merupakan satu aspek penting dalam
kecerdasan emosi ( Emotional Quotient ). Aspek ini penting sekali dalam
kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada di luar
dirinya, namun justru berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, kemana
pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti oleh“Musuh” nya.
Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan aspek yang perlu dilatih sejak
dini. Tidak ada aspek kemampuan untuk menguasai diri yang turun dari langit,
melainkan diperoleh dari proses yang panjang dalam pengalaman hidup selama
berhubungan dengan orang-orang sekitar. Bahkan dalam sebuah kata bijak
tertulis, “Siapa yang menguasai diri ibarat mengalahkan sebuah kota”. Diri
yang kita bawa-bawa sekarang ini dapat menguasai kita atau kita yang
menguasainya, dapat menjadi sahabat atau malah menjadi lawan. Tergantung
pilihan kita menjalani hidup ini.
Ø Pengembangan
tanggung jawab social
uatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk
tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya
adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena
itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan
berkelanjutan", di mana suatu organisasi, terutama
perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya
tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat
keuntungan atau deviden, melainkan juga harus menimbang
dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk
jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian
tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan
pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak
negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku
kepentingannya.